Kali ini saya akan
menceritakan pengalaman saat pendakian ke puncak Welirang. Gunung
Welirang ini merupakan satu rangkaian dari Gunung Arjuno. Jadi
disekitar Gunung Arjuno yang memiliki puncak 3.339 mdpl ini terdapat
beberapa puncak gunung lainnya, yaitu Gunung Welirang (3.156 mdpl), Gunung Kembar I (3.051 mdpl), Gunung Kembar II (3.126 mdpl), dan Gunung Ringgit (2.477 mdpl).
Jalur pendakian ke puncak Welirang juga dapat dilalui dari berbagai arah, ada yang lewat jalur Lawang, jalur Tretes, jalur Batu, dan jalur Purwosari. Pendakian yang kami lakukan ini melalui jalur Tretes karena disana ada rumah teman yang sekaligus menjadi tempat berkumpul sebelum pendakian. Beberapa orang mengaktakan bahwa jalur pendakian ke gunung Welirang dan Arjuno cukup berat. Dan itu memang terbukti saat kami melakukan pendakian. Berikut ini adalah time-line yang kami jalani untuk ke puncak welirang.
Kami berangkat dari
Tretes hari sabtu jam 18.10. Dari sana, kami menuju ke pos
pemberangkatan diantar naik motor karena jalur masih beraspal.
Sesampainya disana pukul 18.45. kami istirahat sebentar sambil
menunggu anggota lain yang berjumlah 10 orang sampai ke pos
pemberangkatan.
Dari pos pemberangkatan
kami berangkat pukul 18.55. Saat perjalanan dimulai, kami sudah
disambut dengan hutan yang gelap dan lebat dengan pohon yang cukup
tinggi. Jalur yang kami laluipun langsung memberikan tanjakan
shock-therapy pertama dengan kemiringan yang lumayan terjal. Jalur
ini terus menanjak hingga sampai di gerbang masuk Taman Hutan Raya R.
Soerjo. Kami sampai disini sekitar pukul 19.20.
Setelah istirahat 15
menit, kami melanjutkan perjalanan. Dari pos ini, shock-therapy kedua
diberikan. Jalur pendakian yang kami lewati bukan tanah padat seperti
biasanaya, namun merupakan jalur bebatuan sebesar lebih dari kepalan
tangan orang dewasa. Hal ini dikarenakan jalur tersebut memang
digunakan untuk mobil jeep pengangkut belerang. Kemiringan tanjakan
di jalur ini cukup terjal. Selama perjalanan hampir tidak ada
jalan yang landai, apalagi turunan. Perjalanan kami lakukan hingga
pos Kop-Kopan pukul 22.10. Tempat ini cukup luas dengan pemandangan
kota yang ada dibawahnya. Dari pos ini kita juga bisa melihat dengan jelas kokohnya Gunung Penanggungan yang berada di tengah kota dan Gunung Ringgit
yang berada di dekat pos. Pos Kop-Kopan juga menyediakan pancuran air
bersih yang cukup melimpah dari sumber mata air. Suhu di tempat ini
pun cukup dingin meskipun hembusan angin tidak terlalu kencang.
Setelah cukup istirahat dan mengisi semua botol minum, kami
melanjutkan perjalanan pukul 22.30.
Pada saat itu, salah satu
anggota kami berkata bahwa jangan harap melewati turunan saat
perjalanan. Hal itu terbukti ketika baru saja meninggalkan pos, kami
langsung berhadapan dengan tanjakan yang cukup curam. Jalur yang
dilalui masih tetap batu-batu besar. Karena medan yang cukup ekstrim,
maka sangat perlu berhati-hati dalam memijakkan kaki. Jika tidak
hati-hati, maka kaki bisa saja keseleo. Tidak berapa lama kemudian,
kami dihadapkan dengan tanjakan yang cukup terjal. Tanjakan ini
bernama tanjakan cinta pertama. Cukup lama kami melalui tanjakan ini
karena medan yang berat dan panjangnya tanjakan. Kami selesai melalui
tanjakan ini sekitar 00.35. Setelah menemukan tempat yang cukup
landai, kami istirahat. Angin malam pun mulai berhembus kencang. Hawa
dingin pun mulai menyerang, sehingga kami memutuskan untuk membuat
api unggun.
Pukul 02.00 kami
melanjutkan perjalanan. Tak jauh dari sana, kami langsung dihadapkan
dengan tanjakan cinta kedua. Medan yang dilalui juga hampir sama
dengan tanjakan pertama, hanya saja jalurnya berbelok-belok. Seperti
pada tanjakan pertama, di tanjakan kedua pun kami sering melakukan
istirahat. Pukul 03.15 kami menyelesaikan tanjakan kedua, kemudian
kami istirahat sebentar. Setelah dirasa cukup, kami melanjutkan
perjalanan. Setelah sekitar 1 jam melanjutkan perjalanan, kami tiba
di pos Pondokan pukul 04.15.
Di pos Pondokan, kami
disambut dengan rumah-rumah kecil tempat pengolahan belerang. Disini
merupakan pos perpisahan antara tujuan ke puncak Arjuno dengan puncak
Welirang. Meskipun merupakan pos perpisahan, pondokan ini sering
digunakan untuk istirahat oleh pendaki yang menuju ke puncak
Welirang, sedangkan pendaki yang menuju ke puncak Arjuno, biasanya
akan menginap di lembah Kidhang yang tak jauh dari pondokan. Di pos
pondokan ini juga tersedia air yang cukup banyak dari sumber mata
air. Disini kami istirahat cukup lama. Beberapa dari kami tidur
sebentar dan ada juga yang memasak nasi untuk sarapan pagi.
Setelah cukup lama
istirahat dan sarapan pagi, pukul 08.00 kami melanjutkan perjalanan
ke puncak Welirang. Karena beberapa orang termasuk saya baru pertama
kali ke gunung Welirang, maka dibutuhkan banyak waktu istirahat
selama perjalanan. Karena itu, rombongan kami dibagi menjadi 2
bagian, saya bersama 2 orang lain yang juga baru pertama ke welirang
dipandu oleh teman saya, sedangkan rombongan yang lain berangkat
duluan. Namun, sekitar setengah jam perjalanan, teman saya yang
sebagai pemandu mengalami masalah sehingga tidak bisa melanjutkan
perjalanan. Karena itu, kami bertiga hanya diberi arahan untuk
mengikuti jalur pendakian ini hingga ke puncak. Karena terhitung
pemula, kami tidak bisa menyusul rombongan kami lainnya. Tanpa kami
sadari, ternyata kami bertiga tidak membawa air mineral sebotol pun.
Meskipun begitu, perjalanan ke puncak pun tetap dilakukan. Untungnya
ditengah perjalanan kami bertemu dengan rombongan dari Mojokerto yang
turun dari puncak, jadi kami meminta sedikit air minum yang tersisa
dari mereka, mungkin hanya seperempat dari botol air 1,5 liter dan hanya itu pula yang menjadi bekal kami di perjalanan.
Pukul 11.15 kami bertiga
sampai di sebuah lapangan. Lapangan ini merupakan akhir dari hutan
yang kami lalui dan merupakan perbatasan antara gunung Kembar I
dengan puncak Welirang. Selain itu, lapangan ini juga merupakan titik
temu antara jalur pendakian dari Tretes dan jalur pendakian dari
Batu.
Dari lapangan ini, jalan menuju puncak sudah tidak terjal, kebanyakan
sudah landai dan sesekali ada turunan. Dalam perjalanan, kami
melewati pinggiran lembah sehingga jurang-jurang yang terjad dapat
kami lihat dengan jelas. Mendekati puncak, jalur pendakian semakin
terjal, namun tidak seterjal medan sebelumnya. Jalur yang kami lewati
adalah jalur yang digunakan untuk ke sumber belerang, bukan jalur
yang langsung ke puncak Welirang sehingga membutuhkan waktu yang agak
lama untuk sampai ke puncak. Kami sampai di puncak pukul 12.30.
Meskipun terik matahari terasa panas, namun udara yang berhembus
sangat dingin, dan terkadang kabut tebal menghalangi pandangan.
Meskipun sudah di puncak,
kami tidak menemukan rombongan lainnya. Di puncak pun keadaannya
sepi, tidak ada pendaki lain selain kami. Karena itu, agar tidak
membuat bingung anggota kami lainnya, kami hanya 15 menit berada di puncak,
kemudian turun lagi. Hanya membutuhkan waktu setengah jam bagi kami
untuk sampai ke lapangan lagi.
Setelah istirahat yang
cukup di lapangan, kami melanjutkan perjalanan turun ke pos Pondokan.
Sesampainya di pos Pondokan pukul 14.30, ternyata rombongan lainnya
telah menunggu disini. Karena kami sudah sampai, maka kami istirahat
untuk makan, jika kami tidak sampai hingga pukul 5 sore, maka mereka
akan kembali naik ke puncak untuk mencari kami.
Pukul 17.00 kami
meninggalkan pos pondokan dan sampai di pos Kop-Kopan pukul 20.30.
Setelah cukup istirahat, kami melanjutkan perjalanan pulang.
Perjalanan ini terasa lama karena selain kelelahan, beberapa anggota
kami mengalami keseleo sehingga harus beberapa kali istirahat lebih banyak. Untuk mempersingkat waktu, terkadang kami memotong jalan dengan cara blusukan ke semak-semak di samping jalur pendakian. Setelah sekian lama, kami sampai di pos pemberangkatan pukul 23.30
dan kami dijemput dengan motor untuk sampai ke rumah.
Kebanyakan pendaki
biasanya melakukan pendakian ke puncak Welirang dalam 3-4 hari karena akan menginap di
pos Kop-kopan, lalu menginap di pos Pondokan, kemudian terakhir akan
menginap di puncak. Jika memungkinkan, dari puncak akan langsung
turun ke bawah, namun jika tidak memungkinkan, maka akan menginap
dulu di pos Pondokan. Berbeda dengan yang kami lakukan, mulai dari
bawah hingga bawah lagi hanya berlangsung 2 malam saja.
ini adalah ketiga kalinya saya mencoba meninggalkan jejak
ReplyDeletesetelah gagal
oke, saya mulai celotehnya
wah, istimewa sekali petualangannya
boleh kasih saran?
jika sampai terjadi lagi yg namanya kehausan stadium akut dan tak ada pendaki yang lewat
1. segeralah cari sungai terdekat, karena sebenarnya jika mendaki gunung, lewati lembah, ada sungai mengalir indah ke samudra (ost. ninja hatori)
2. jika tak ada daya untuk (1), dekati pohon terdekat, didedaunan ada tetesan embun yang menyegarkan dan ada beberapa tambahan vitamin didalamnya
3. tak ditemukan tanda2 air. bersiul lah layaknya burung, bisa jadi nanti induknya akan menghampiri dan memberi air
selamat mencoba... hahahaha
satu lagi, melihat karakter orang indonesia
biasanya hal yang terdengar seperti tanjakan cinta akan menjadi daya tarik tersendiri seperti ditempat sebelumya, bagaimana dgn kmrn? apakah ada perkembangan?
wkwkwkwk
terima kasih oleh2nya
hahaha.. mau komen ae sampe 3 kali..
Deleteoke.. tak tanggapi tiap saranmu.. hahah
1. jadi dari bawah sampe puncak itu sumber air e cuma ada di pos-pos aja, jadi gk ada sungai
2. ini karena gk ada hujan / mendung, jadi gk ada embun yang menempel.
3. la kalo anak burung e segede aq, induk e yaapa? segede gajah? wkwkkw...
pertanyaan yg tentang tanjakan cinta itu yaapa maksud e? gk paham aq..
oke, sama-sama.. :)