Wednesday, November 13, 2013

Perjalanan Menuju Puncak Gunung Welirang

Kali ini saya akan menceritakan pengalaman saat pendakian ke puncak Welirang. Gunung Welirang ini merupakan satu rangkaian dari Gunung Arjuno. Jadi disekitar Gunung Arjuno yang memiliki puncak 3.339 mdpl ini terdapat beberapa puncak gunung lainnya, yaitu Gunung Welirang (3.156 mdpl), Gunung Kembar I (3.051 mdpl), Gunung Kembar II (3.126 mdpl), dan Gunung Ringgit (2.477 mdpl).

Jalur pendakian ke puncak Welirang juga dapat dilalui dari berbagai arah, ada yang lewat jalur Lawang, jalur Tretes, jalur Batu, dan jalur Purwosari. Pendakian yang kami lakukan ini melalui jalur Tretes karena disana ada rumah teman yang sekaligus menjadi tempat berkumpul sebelum pendakian. Beberapa orang mengaktakan bahwa jalur pendakian ke gunung Welirang dan Arjuno cukup berat. Dan itu memang terbukti saat kami melakukan pendakian. Berikut ini adalah time-line yang kami jalani untuk ke puncak welirang.

Kami berangkat dari Tretes hari sabtu jam 18.10. Dari sana, kami menuju ke pos pemberangkatan diantar naik motor karena jalur masih beraspal. Sesampainya disana pukul 18.45. kami istirahat sebentar sambil menunggu anggota lain yang berjumlah 10 orang sampai ke pos pemberangkatan.

Dari pos pemberangkatan kami berangkat pukul 18.55. Saat perjalanan dimulai, kami sudah disambut dengan hutan yang gelap dan lebat dengan pohon yang cukup tinggi. Jalur yang kami laluipun langsung memberikan tanjakan shock-therapy pertama dengan kemiringan yang lumayan terjal. Jalur ini terus menanjak hingga sampai di gerbang masuk Taman Hutan Raya R. Soerjo. Kami sampai disini sekitar pukul 19.20.


Setelah istirahat 15 menit, kami melanjutkan perjalanan. Dari pos ini, shock-therapy kedua diberikan. Jalur pendakian yang kami lewati bukan tanah padat seperti biasanaya, namun merupakan jalur bebatuan sebesar lebih dari kepalan tangan orang dewasa. Hal ini dikarenakan jalur tersebut memang digunakan untuk mobil jeep pengangkut belerang. Kemiringan tanjakan di jalur ini cukup terjal. Selama perjalanan hampir tidak ada jalan yang landai, apalagi turunan. Perjalanan kami lakukan hingga pos Kop-Kopan pukul 22.10. Tempat ini cukup luas dengan pemandangan kota yang ada dibawahnya. Dari pos ini kita juga bisa melihat dengan jelas kokohnya Gunung Penanggungan yang berada di tengah kota dan Gunung Ringgit yang berada di dekat pos. Pos Kop-Kopan juga menyediakan pancuran air bersih yang cukup melimpah dari sumber mata air. Suhu di tempat ini pun cukup dingin meskipun hembusan angin tidak terlalu kencang. Setelah cukup istirahat dan mengisi semua botol minum, kami melanjutkan perjalanan pukul 22.30.

Pada saat itu, salah satu anggota kami berkata bahwa jangan harap melewati turunan saat perjalanan. Hal itu terbukti ketika baru saja meninggalkan pos, kami langsung berhadapan dengan tanjakan yang cukup curam. Jalur yang dilalui masih tetap batu-batu besar. Karena medan yang cukup ekstrim, maka sangat perlu berhati-hati dalam memijakkan kaki. Jika tidak hati-hati, maka kaki bisa saja keseleo. Tidak berapa lama kemudian, kami dihadapkan dengan tanjakan yang cukup terjal. Tanjakan ini bernama tanjakan cinta pertama. Cukup lama kami melalui tanjakan ini karena medan yang berat dan panjangnya tanjakan. Kami selesai melalui tanjakan ini sekitar 00.35. Setelah menemukan tempat yang cukup landai, kami istirahat. Angin malam pun mulai berhembus kencang. Hawa dingin pun mulai menyerang, sehingga kami memutuskan untuk membuat api unggun.

Pukul 02.00 kami melanjutkan perjalanan. Tak jauh dari sana, kami langsung dihadapkan dengan tanjakan cinta kedua. Medan yang dilalui juga hampir sama dengan tanjakan pertama, hanya saja jalurnya berbelok-belok. Seperti pada tanjakan pertama, di tanjakan kedua pun kami sering melakukan istirahat. Pukul 03.15 kami menyelesaikan tanjakan kedua, kemudian kami istirahat sebentar. Setelah dirasa cukup, kami melanjutkan perjalanan. Setelah sekitar 1 jam melanjutkan perjalanan, kami tiba di pos Pondokan pukul 04.15.


Di pos Pondokan, kami disambut dengan rumah-rumah kecil tempat pengolahan belerang. Disini merupakan pos perpisahan antara tujuan ke puncak Arjuno dengan puncak Welirang. Meskipun merupakan pos perpisahan, pondokan ini sering digunakan untuk istirahat oleh pendaki yang menuju ke puncak Welirang, sedangkan pendaki yang menuju ke puncak Arjuno, biasanya akan menginap di lembah Kidhang yang tak jauh dari pondokan. Di pos pondokan ini juga tersedia air yang cukup banyak dari sumber mata air. Disini kami istirahat cukup lama. Beberapa dari kami tidur sebentar dan ada juga yang memasak nasi untuk sarapan pagi.

Setelah cukup lama istirahat dan sarapan pagi, pukul 08.00 kami melanjutkan perjalanan ke puncak Welirang. Karena beberapa orang termasuk saya baru pertama kali ke gunung Welirang, maka dibutuhkan banyak waktu istirahat selama perjalanan. Karena itu, rombongan kami dibagi menjadi 2 bagian, saya bersama 2 orang lain yang juga baru pertama ke welirang dipandu oleh teman saya, sedangkan rombongan yang lain berangkat duluan. Namun, sekitar setengah jam perjalanan, teman saya yang sebagai pemandu mengalami masalah sehingga tidak bisa melanjutkan perjalanan. Karena itu, kami bertiga hanya diberi arahan untuk mengikuti jalur pendakian ini hingga ke puncak. Karena terhitung pemula, kami tidak bisa menyusul rombongan kami lainnya. Tanpa kami sadari, ternyata kami bertiga tidak membawa air mineral sebotol pun. Meskipun begitu, perjalanan ke puncak pun tetap dilakukan. Untungnya ditengah perjalanan kami bertemu dengan rombongan dari Mojokerto yang turun dari puncak, jadi kami meminta sedikit air minum yang tersisa dari mereka, mungkin hanya seperempat dari botol air 1,5 liter dan hanya itu pula yang menjadi bekal kami di perjalanan.

Pukul 11.15 kami bertiga sampai di sebuah lapangan. Lapangan ini merupakan akhir dari hutan yang kami lalui dan merupakan perbatasan antara gunung Kembar I dengan puncak Welirang. Selain itu, lapangan ini juga merupakan titik temu antara jalur pendakian dari Tretes dan jalur pendakian dari Batu. 


Dari lapangan ini, jalan menuju puncak sudah tidak terjal, kebanyakan sudah landai dan sesekali ada turunan. Dalam perjalanan, kami melewati pinggiran lembah sehingga jurang-jurang yang terjad dapat kami lihat dengan jelas. Mendekati puncak, jalur pendakian semakin terjal, namun tidak seterjal medan sebelumnya. Jalur yang kami lewati adalah jalur yang digunakan untuk ke sumber belerang, bukan jalur yang langsung ke puncak Welirang sehingga membutuhkan waktu yang agak lama untuk sampai ke puncak. Kami sampai di puncak pukul 12.30. Meskipun terik matahari terasa panas, namun udara yang berhembus sangat dingin, dan terkadang kabut tebal menghalangi pandangan.



Meskipun sudah di puncak, kami tidak menemukan rombongan lainnya. Di puncak pun keadaannya sepi, tidak ada pendaki lain selain kami. Karena itu, agar tidak membuat bingung anggota kami lainnya, kami hanya 15 menit berada di puncak, kemudian turun lagi. Hanya membutuhkan waktu setengah jam bagi kami untuk sampai ke lapangan lagi.

Setelah istirahat yang cukup di lapangan, kami melanjutkan perjalanan turun ke pos Pondokan. Sesampainya di pos Pondokan pukul 14.30, ternyata rombongan lainnya telah menunggu disini. Karena kami sudah sampai, maka kami istirahat untuk makan, jika kami tidak sampai hingga pukul 5 sore, maka mereka akan kembali naik ke puncak untuk mencari kami.

Pukul 17.00 kami meninggalkan pos pondokan dan sampai di pos Kop-Kopan pukul 20.30. Setelah cukup istirahat, kami melanjutkan perjalanan pulang. Perjalanan ini terasa lama karena selain kelelahan, beberapa anggota kami mengalami keseleo sehingga harus beberapa kali istirahat lebih banyak. Untuk mempersingkat waktu, terkadang kami memotong jalan dengan cara blusukan ke semak-semak di samping jalur pendakian. Setelah sekian lama, kami sampai di pos pemberangkatan pukul 23.30 dan kami dijemput dengan motor untuk sampai ke rumah.

Kebanyakan pendaki biasanya melakukan pendakian ke puncak Welirang dalam 3-4 hari karena akan menginap di pos Kop-kopan, lalu menginap di pos Pondokan, kemudian terakhir akan menginap di puncak. Jika memungkinkan, dari puncak akan langsung turun ke bawah, namun jika tidak memungkinkan, maka akan menginap dulu di pos Pondokan. Berbeda dengan yang kami lakukan, mulai dari bawah hingga bawah lagi hanya berlangsung 2 malam saja.

Begitulah perjalanan kami menuju puncak Welirang. Semoga bisa menjadi referensi bagi pembaca dan pendaki lainnya.

2 comments:

  1. ini adalah ketiga kalinya saya mencoba meninggalkan jejak
    setelah gagal

    oke, saya mulai celotehnya

    wah, istimewa sekali petualangannya
    boleh kasih saran?
    jika sampai terjadi lagi yg namanya kehausan stadium akut dan tak ada pendaki yang lewat
    1. segeralah cari sungai terdekat, karena sebenarnya jika mendaki gunung, lewati lembah, ada sungai mengalir indah ke samudra (ost. ninja hatori)
    2. jika tak ada daya untuk (1), dekati pohon terdekat, didedaunan ada tetesan embun yang menyegarkan dan ada beberapa tambahan vitamin didalamnya
    3. tak ditemukan tanda2 air. bersiul lah layaknya burung, bisa jadi nanti induknya akan menghampiri dan memberi air
    selamat mencoba... hahahaha

    satu lagi, melihat karakter orang indonesia
    biasanya hal yang terdengar seperti tanjakan cinta akan menjadi daya tarik tersendiri seperti ditempat sebelumya, bagaimana dgn kmrn? apakah ada perkembangan?
    wkwkwkwk


    terima kasih oleh2nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha.. mau komen ae sampe 3 kali..

      oke.. tak tanggapi tiap saranmu.. hahah
      1. jadi dari bawah sampe puncak itu sumber air e cuma ada di pos-pos aja, jadi gk ada sungai
      2. ini karena gk ada hujan / mendung, jadi gk ada embun yang menempel.
      3. la kalo anak burung e segede aq, induk e yaapa? segede gajah? wkwkkw...

      pertanyaan yg tentang tanjakan cinta itu yaapa maksud e? gk paham aq..

      oke, sama-sama.. :)

      Delete